Pengertian Lintas Budaya Bagi Perusahaan atau Organisasi

Pengertian Lintas Budaya Bagi Perusahaan atau Organisasi

Sebelum memahami lintas budaya bagi seorang pimpinan perusahaan menjadi sangat penting dalam era globalisasi dan mengetahui contonya dalam organisasi sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu definisinya?

DEFINISI LINTAS BUDAYA:

Lintas budaya terjadi ketika manusia dengan budayanya berhubungan dengan manusia lain yang berasal dari budaya berbeda, berinteraksi dan bahkan saling mempengaruhi. Lintas budaya adalah istilah yang sering digunakan untuk menjabarkan situasi ketika sebuah budaya berinteraksi dengan budaya lain dan keduanya saling memberikan pengaruh dan dampak baik positif maupun negatif, seperti yang terjadi dalam setiap kegiatan wisata, para wisatawan dipastikan melakukan interaksi dan memberikan dampak baik positif maupun maupun negatif kepada masyarakat setempat. Adanya perbedaan budaya karena budaya bersifat dinamis dan selalu berevolusi sehingga perlu beragam pendekatan untuk memahami kebudayaan, antara lain, dengan cara melakukan asimilasi, integrasi, dan pemahaman lintas budaya.


Lintas budaya menciptakan nilai untuk menentukan mana yang dapat diterima oleh budaya lain. Lintas budaya menjadikan manusia dapat berkomunikasi dengan baik dan pada akhirnya, lintas budaya dapat mempererat ikatan manusia dengan manusia lain serta memberikan keunikan pada diri manusia dan masyarakat. Dengan berbagi pengalaman dan pengetahuan, saling memahami dan melengkapi melalui komunikasi lintas budaya akan tercipta perdamaian dan harmonisasi kehidupan.

Untuk menjadi pemimpin yang berhasil di era globalisasi ini ada 3 tiga tipe keterkaitan kepemimpinan dalam lintas budaya :

Kemampuan berbudaya

Sering organisasi menganggap remeh diperlukannya kemampuan berbudaya dari para pimpinannya. Padahal  pimpinan yang tidak dipersiapkan untuk bisa bekerjasama dengan orang-orang yang berlatar budaya yang berbeda dapat memberikan dampak negatif terhadap semangat dan moral pekerja. Pekerja akan merasa tidak bahagia dan tidak di apresiasi karena sering terjadi kesalah pahaman. Saya masih ingat bagaimana saya harus menghadapi kolega dari Singapura dan Jepang. Dimana dengan kolega Singapura semuanya harus serba cepat dan bicara lugas, sementara kolega Jepang saya menganut paham “Silent is Golden”. Jadi saya harus lebih bersabar dan banyak membaca hal-hal yang tersirat dari komunikasi yang terjadi.   

Kepemimpinan Inklusif

Bersikap  inklusif  merupakan  satu kemampuan yang sangat vital yang diperlukan oleh seorang pemimpin apabila ingin berhasil di jaman ini.  Pemimpin yang inklusif akan mengapresiasi karaktertisitk yang berbeda dari setiap anggotanya. Mereka akan mendukung kolaborasi dilingkungan kerjanya dimana  orang akan merasa didengar dan dihargai. Pemimpin yang inklusif  harus  menyadari   adanya   sikapsikap yang tidak terkontrol dan tidak disadari dampaknya oleh para pekerjanya. Karena itu pemimpin yang inklusif harus dapat menjaga rasa pengertian dan penghargaan yang tulus atas perbedaan yang terdapat pada orang lain.     

Berdasarkan riset, organisasi dengan kepemimpinan yang inklusif akan mendorong inovasi, pertumbuhan dan kerjasama yang positif menuju satu tujuan bersama.  

Komunikasi Lintas Batas

Dalam era globalisasi ini kemampuan berkomunikasi lintas budaya, agama dan ras menjadi sangat kritikal. Komunikasi bisa mempermudah pencapaian tujuan tetapi juga bisa menjadi penghalang pencapaian sasaran organisasi. Beberapa kendala yang sering terjadi dalam komunikasi adalah kemampuan bahasa yang tidak sama, kemajuan teknologi yang membuat interaksi langsung antar manusia semakin terbatas, dan juga perbedaan waktu antar zona yang signifikan untuk perusahaan multinasional. Situasi-situasi ini akan mudah menimbulkan salah paham dan salah pengertian.  

PENTINGNYA LINTAS BUDAYA :

Pada era globalisasi seperti saat ini terdapat banyak seorang pimpinan perusahaan atau organisasi internasional lintas budaya memang sangat penting. Tidak dapat di pungkiri tentunya seorang pimpinan di dalam organisasi atau perusahaan itu sendiri yang terdiri dari berbagai macam negara, suku bangsa, adat istiadat, agama, dan watak. Oleh karena itu tentunya dalam mengelola perusahaan atau organisasi tersebut dibutuhkan sistem untuk mengatur agar profesionalitas dapat tetap terjaga. Kita ambil "Contoh" apabila dalam suatu kelompok yang terdiri dari berbagai macam sudut pandang terjadi suatu perselisihan, maka disinilah manajemen lintas budaya ini akan digunakan.

Trompenaars (1994), seorang peneliti budaya dalam studi organisasi, mengatakan bahwa “ it is my belief that you can never understand other cultures. Sementara itu Hofstede (1984) melakukan “cross-cultural studies” dengan meneliti para karyawan IBM pada 40 negara sebagai partisipan dalam meneliti “ international differences in work-related values “ menggunakan definisi budaya sebagai cara berpikir dari kelompok manusia yang membedakan anggota dari suatu kelompok terhadap kelompok yang lain, dimana interaktif secara keseluruhan dari ciri-ciri umum mempengaruhi respon dari kelompok manusia terhadap lingkungannya.

L.R. Kohls (1984) menulis adanya siklus dari culture shock, yaitu: 

• Initial euphoria, yaitu perasaan senang karena akan ditugaskan ke luar negeri. 

• Irritation and Hostility, yaitu mulai mengalami perbedaan-perbedaan budaya 

• Adjusment, yaitu mulai melakukan berbagai adaptasi terhadap situasi dan budaya setempat 

• Re-entry, kembali ke negara asal yang besar kemungkinan akan menimbulkan cultue shock  kembali. 

Yang sering menjadi masalah adalah setelah mereka kembali tidak mendapatkan posisi yang sebanding dengan harapan mereka. Banyak diantara mereka yang memilih keluar dari perusahaan dan tetap tinggal di negara asing tersebut, oleh karena itu program pemulangan kembali ini haruslah direncanakan dengan tepat.

KESIMPULAN :

Kemampuan kepemimpinan lintas budaya (cross-cultural competence) bagi para manajer (pimpinan) bisnis yang beroperasi secara internasional telah menjadi suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam era globalisasi yang dampaknya semakin luas melanda seluruh aspek kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut komitmen organisasi untuk mempersiapkan para manajer yang diberi penugasan luar negeri menjadi semakin penting, di samping komitmen secara individual juga sangat dibutuhkan demi keberhasilan bagi pribadi manajer dan organisasi yang bersangkutan. 

Pada akhirnya muara keberhasilan tersebut akan sangat tergantung kepada daya adaptasi dari individual manajer terhadap budaya lokal/setempat yang tercermin dari keserasian dan keharmonisan interaksi antara manajer asing dengan karyawan lokal/domestik untuk mewujudkan baik tujuan pribadi manajer maupun organisasi secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA:

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nursanti, T.D. 2000. Strategi pengelolaan menuju organisasi multiculture. Usahawan.

Kusherdyana. 2011. Pemahaman Lintas Budaya. Bandung: Alfabeta.

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Diterjemahkan oleh Vivin Andhika dkk. Yogyakarta: ANDI.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar